Tuesday, September 8, 2009

Perbankan : Century Sekarang Jadi Urusan BPK

Selasa, 08/09/2009 20:05 WIB

Darmin Nasution: Century Sekarang Jadi Urusan BPK

Ramdhania El Hida – detikFinance



Foto: dok.detikFinance

Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyerahkan penyelidikan seputar bailout atau penyelamatan Bank Century sepenuhnya kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kalau BI kan sudah saya jelaskan dari dulu sebelum orang ramai ngomong Century BPK sudah masuk, sudah lama sudah 3 mingguan sebelum rapat dengan Komisi XI,” tutur Deputi Gubernur Senior BI Darmin Nasution ketika ditemui di Kantor Ditjen Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (8/9/2009).

Darmin mengatakan, sejak sebelum dirinya dilantik menjadi Deputi Gubernur Senior, dirinya sudah memberikan lampu hijau kepada BPK untuk masuk sepenuhnya melakukan audit penggelontoran dana pemerintah ke Bank Century.

“Saya sudah bicara dengan mereka (BPK) saat diambil sumpah, jadi saya sudah bicara silahkan masuk,” jelasnya.

Audit yang dilakukan BPK dikatakan Darmin merupakan audit menyeluruh dari mulai Bank Century dinyatakan gagal sampai dengan penangkapan Robert Tantular selaku pemilik Bank Century.

“Semua hal, kita sudah dari awal, kalau urusan Bank Century biar BPK yang mengurusinya itu sudah betul. Pokoknya pertemuan awal sudah membicarakan semuanya, dari Bank Century yang dinyatakan gagal dan Robert Tantular yang ditangkap itu sudah satu paket,” tandasnya.

(dnl/dnl)

Selasa, 08/09/2009 16:42 WIB

Ini Dia Isi Pertemuan BI dan Analis ‘Garis Keras’ Soal Century

Herdaru Purnomo – detikFinance



Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengadakan pertemuan tertutup dengan para analis yang selama ini bersuara keras soal bailout Bank Century. Berikut isi pertemuan yang berlangsung di Hotel Niko, Jakarta, Senin (7/9/2009) malam itu.

Dalam pertemuan tersebut, BI diwakili oleh Deputi Gubernur BI Budi Rochadi, sementara analis yang datang antara lain Iman Sugema, Yanuar Rizky, Fauzi Ikhsan, Tony Prasetiantono.

“Meski tetap terjadi perbedaan pendapat soal Century bersifat sistemik atau tidak, namun beberapa hal yang mengemuka dalam diskusi,” jelas Tony.

Poin-poin utama dari pertemuan itu adalah:

1. Situasi pertengahan November 2008 memang menyulitkan pemerintah untuk menutup Century. Soalnya, situasinya sedang amat under pressure, terutama setelah Lehman Brothers bangkrut 15 Sept 2008.

2. Meski krisis Century disebabkan oleh buruknya integritas pemilik dan bankirnya, namun hal ini sulit dipisah dari kondisi kiris global. Pengaruh krisis global sangat mencekam, sehingga jika Century ditutup akan berdampak menular. Lain ceritanya jika Century ditutup sebelum Lehman Brothers.

3. Jika penutupan dilakukan, kerugian bisa mencapai Rp 30 triliun, karena efek menular.

“Saya menggarisbawahi, bahwa tidak mungkin krisis Century dapat dilalui tanpa kerugian. Kerugian pasti terjadi. Jadi, jangan harap nanti jika Century dijual akan menghasilkan recovery rate 100%, atau bahkan untung,” jelas Tony melalui pesan singkatnya.

“Ini adalah wishful thinking yang tidak realistis. Ibarat merawat orang sakit, mana mungkin untung? Pasti akan ada ongkos yang harus dikeluarkan. Yang bisa kita lakukan adalah mengupayakan recovery rate setinggi-tingginya,” tambahnya.

Ia juga menambahkan, bailout yang dilakukan memang benar karena jika tidak, maka akan timbul kerugian Rp 30 triliun. Dalam pertemuan tersebut, ada sanggahan soal pemberian bailout mengingat pemerintah AS tidak memberikan bailout kepada Lehman Brothers. Namun ternyata belakangan pemerintah AS menyesal tidak dilakukan bailout karena efeknya jadi sangat luas.

“Bahkan belakangan AS harus mem-bailout sektor riil, termasuk General Motors. Tapi demi akuntabilitas dan menghindari moral hazard, audit terhadap bailout Rp 6,7 triliun harus dilakukan,” tegasnya.

Untuk menghindari berulangnya modus antaboga, Tony mengaku dirinya menyarankan agar BI membentuk intelligence unit, untuk memata-matai (spionase) kegiatan bank yang tidak dilaporkan dalam laporan keuangan.

“Yang terjadi kemarin kan, BI tidak bisa mendeteksi produk Antaboga yang tidak dilaporkan dalam laporan resmi, sehingga waktu diaudit tidak ketahuan. BI harus proaktif melakukan spionase,” tegasnya.

Ia menambahkan, kasus Century telah melebar sedemikian rupa melampaui batas-batas isu ekonomi, dan berkembang ke arah politik, karena ‘timing’ sekarang yang berdekatan dengan pelantikan Presiden dan Wapres serta pembentukan kabinet.

“Hal ini harus dihentikan karena jika berlanjut akan merusak prospek penjualan Century kepada investor baru kelak. Recovery rate bisa rendah,” pungkas Tony. (dru/qom)

Selasa, 08/09/2009 09:47 WIB

Kadin: Kasus Bailout Century Jangan Liar ke Arena Politik

Suhendra – detikFinance



Foto: dok.detikFinance

Jakarta – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai kasus bailout Bank Century sudah liar ke arena politik sehingga perlu ditempatkan secara proporsional.

Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Kadin MS Hidayat saat ditemui di kantor Departemen Perdagangan Senin malam (7/9/2009).

“Saya sedang menyusun pernyataan  atau pendapat Kadin mengenai penyelesaian Bank Century. Kami ingin agar masalah ini bisa didudukan secara proporsional, tidak dipolitisir,” katanya.

Rencananya, pihak Kadin pada minggu ini akan mengeluarkan  pendapat Kadin secara resmi ke media massa. Dikatakannya apa yang sudah dilakukan oleh BPK melakukan audit investigasi sudah benar dan perlu ditunggu hasilnya.

“Kami ingin masalah ini ditempatkan secara proporsional,” serunya.

Sebelumnya beberapa anggota DPR RI mendesak para pengambil keputusan bailout Bank Century, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Mantan Gubernur BI Boediono untuk mempertanggungjawabkannya secara politis. Termasuk mendesak Menkeu Sri Mulyani untuk mundur.

(hen/dnl)

Selasa, 08/09/2009 09:07 WIB

Menkeu Bicara Kriteria Sistemik

Ramdhania El Hida – detikFinance



Jakarta – Kriteria sistemik yang menjadi landasan penyelamatan Bank Century melalui bailout besar-besaran hingga Rp 6,7 triliun kini terus menjadi perdebatan. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun berbicara mengenai sebuah kriteria sistemik yang jadi landasan bailout.

Sri Mulyani menjelaskan, kriteria sistemik pada suatu negara memiliki karakteristik yang berbeda. Yang pasti, ada indikator awal yang bisa dijadikan alasan bahwa masalah tersebut bisa bersifat sistemik.

“Dalam mendefinisikan sistemik atau tidak, yang bisa ditangkap adalah early indicatornya, seperti credit default swap, kondisi likuiditas perbankan rumor,” urai Sri Mulyani di Gedung Depkeu, Jakarta, Senin (7/9/2009) malam.

Penentuan sistemik atau tidak yang menjadi dasar sebuah bank atau institusi finansial diselamatkan memang diakuinya akan menimbulkan sebuah polemik. Dan semua kini harus didefinisikan dengan lebih tegas dalam UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

“Seperti orang kalau mau tabrakan, bisa tahu akan tabrakan kalau mempunyai indera keenam. Tapi ini kan tidak tahu. Jadi kalau sudah terjadi baru sadar mengapa tadi tidak begitu ya. Ini kan sesuatu yang disebut kalau sudah menjadi bubur baru kita melihat sesudahnya,” urai Sri Mulyani lagi.

Pertimbangan yang sama juga dilakukan pemerintah AS ketika akhirnya tidak menyelamatkan Lehman Brothers. Sikap pemerintah AS yang tidak mau mem-bailout Lehman pun akhirnya juga menjadi polemik.

“Seperti AS waktu dia kalkukasi soal penyelamatan Lehman Brothers, regulator bilang tadinya untuk membangkrutkan setelah harga sahamnya hancur. Tapi kalau dia buru-buru di-bailout tentu tidak aman juga. Kalau tidak di-bailout pasti akan ditanyakan juga mengapa tidak di-bailout. Jadi setiap pembiat kebijakan akan dihadapkan pada dilema,” paparnya lagi.

“Kalau keputusannya salah, ongkosnya ternyata menjadi banyak berarti salah. Tapi kalau benar, maka ekonominya akan stabil. Jadi yang bisa dilihat itu ekspose atau sesudahnya,” imbuhnya.

Terkait keputusan penyelamatan Bank Century, Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa hal itu dilakukan setelah mendapatkan laporan dari Gubernur BI yang ketika itu dijabat Boediono. Menkeu juga sudah melaporkan masalah tersebut kepada Presiden SBY yang ketika itu berada di Washington.

“Presiden tidak pernah terlibat dalam hal menetapkan kebijakan untuk kondisi saat itu tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan saat itu sesuai peraturan JPSK dan UU BI, LPS sudah diatur mekanismenya,” urainya.

Sri Mulyani juga meminta publik untuk melihat sendiri apakah langkah penyelamatan yang dilakukan pemerintah dan BI atas Bank Century memberikan dampak yang baik atau buruk pada perekonomian.

“Apakah keputusan menyelamatkan salah atau tidak ya lihat kondisi sekarang saja, apakah situasi perekonomian memburuk atau membaik begitupun dengan banknya. Selama ini tidak ada intervensi politik dalam keputusan itu, kita hanya niat menyelamatkan ekonomi. Semua tindakan sudah ada landasan hukumnya,” ketusnya.

(qom/qom)

Selasa, 08/09/2009 07:10 WIB

Menkeu: Presiden Tak Terlibat Penyelamatan Century

Ramdhania El Hida – detikFinance



Foto: Setpres Foto Terkait

Bank Century Tak Bisa Kliring

Jakarta – Menko Perekonomian yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali menegaskan, Presiden SBY sama sekali tidak terlibat dalam keputusan penyelamatan Bank Century melalui pemberian dana talangan atau bailout.

Namun ia mengakui memang melaporkan kucuran dana sebesar Rp6,7 triliun ke Bank Century kepada Presiden SBY. Hal itu dilakukan sesuai aturan melalui berbagai pertimbangan.

Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers di Depkeu, Jakarta, Senin (7/9/2009) malam.

Berdasarkan kronologi pada tanggal 13 November, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan  ia menerima telepon dari Gubernur BI yang kala itu dijabat Boediono, bahwa kondisi Bank Century kritis. Boediono ingin konsultasi dengan menkeu melalui teleconference.

Sri Mulyani mengaku semula dirinya tidak tahu soal Bank Century. Ia pun lantas menerima beberapa dokumen untuk dipelajari. Saat itulah, ia mengetahui bahwa kondisi Bank Century memang sedang kritis.

“Saat itu kita lalu melapor pada presiden. laporan ke SBY bilang Century dalam kondisi bleeding. Karena kondisinya dalam kondisi krisis,” jelas Sri Mulyani.

Presiden SBY ketika itu memang tengah menghadiri pertemuan G20. Menkeu mengaku sempat berkonsultasi dengan Presiden mengenai tindakan apa yang harus dilakukannya jika Presiden tidak ada di Indonesia. Jawaban dari Presiden adalah melakukan tindakan sesuai peraturan yaitu JPSK, UU BI, dan LPS karena di dalamnya sudah diatur mekanisme penyelesaian masalah bank Century.

“Jadi saya tegaskan bahwa Presiden tidak pernah terlibat dalam hal menetapkan kebijakan untuk kondisi saat itu tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan saat itu,” tegas Sri Mulyani.

Menkeu merasa tindakan penyelamatan Bank Century sudah benar. Sri Mulyani menjelaskan semua tindakan yang dilakukannya sudah ada landasan hukum.

Semua kebijakan itu terekam dan bisa dipertanggungjawabkan. Jika ada yang menganggap bahwa angka tersebut terlalu besar maka Menkeu mempersilahkan untuk memeriksanya kembali.

“Apakah keputusan menyelamatkan salah atau tidak ya lihat kondisi sekarang saja, apakah situasi perekonomian memburuk atau membaik begitupun dengan banknya,” ujar Menkeu.

Mengenai deposan-deposan Bank Century, Sri Mulyani mengaku tidak mengetahuinya. Penegasan tersebut untuk menepis tudingan bahwa bailout pemerintah adalah dalam rangka menyelamatkan dana-dana deposan besar.

Ia juga menegaskan bahwa keputusan yang diambilnya bukan untuk keuntungan siapapun tetapi murni untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian Indonesia.

“Selama ini tidak ada intervensi politik dalam keputusan itu. Kita hanya niat menyelamatkan ekonomi,” tukas Sri Mulyani.

(nia/qom)

Selasa, 08/09/2009 06:17 WIB

Kisah Pertemuan BI dan Analis ‘Garis Keras’ Soal Century

Herdaru Purnomo – detikFinance



Video Terkait

Bank Century Kembali Normal

Foto Terkait

Bank Century Tak Bisa Kliring

Jakarta – Bank Indonesia diwakili oleh Deputi Gubernur Budi Rochadi memanggil beberapa analis ‘garis keras’, yang beberapa waktu terakhir bersuara keras dan tak sepakat soal bailout Bank Century.

Dalam pertemuan tersebut, BI kembali menegaskan polemik kasus Bank century yang di bailout pemerintah berdampak sistemik dan dapat mengakibatkan efek domino jika bank yang pernah dikuasai Robert Tantular tersebut ditutup atau dilikuidasi.

Bertempat di Hotel Nikko Jakarta, Senin malam (7/8/2009), BI melakukan pertemuan tertutup kurang lebih selama 3 jam. Wartawan tidak dapat diperbolehkan masuk.

Pengamat Ekonomi dari INDEF, Iman Sugema yang menghadiri pertemuan tersebut ketika ditemui mengatakan bahwa BI tetap ‘pede’ bahwa bailout Bank Century benar-benar murni berdampak sistemik.

“BI menegaskan bahwa ini tetap masalah sistemik. Namun saya berbeda pandangan, bank tersebut terlalu kecil untuk dibilang sistemik,” ujar Iman.

Dikatakan Iman, sebelum bailout dilakukan kita sudah memberikan masukan bahwa Century ditutup saja.

“Kita juga menyarankan akan diberlakukannya penjaminan penuh atau blanket guarantee,” tambahnya.

Ditempat yang sama Yanuar Rizky, Anggota ICW dan Analis Pasar Modal, mengatakan bahwa pertemuan yang dipimpin Deputi Gubernur BI ini berupa FGD atau Forum Group Discusion.

“Ini FGD soal pengawasan dan dampak sistemik,” tegasnya.

Dikatakan Yanuar, pertemuan yang sifatnya sharing session ini, BI merasa sendiri dalam melakukan pengawasan padahal Bapepam-LK pun seharusnya ikut bertanggung jawab dalam kasus Antaboga.

“BI juga meminta masukan-masukan dari para pengamat-pengamat dalam pertemuan tersebut,” ujarnya.

Pertemuan yang berlangsung secara tertutup tersebut berkesan sembunyi-sembunyi karena para pengamat dan analis selain Yanuar Rizky, Iman Sugema dan Kepala Ekonom BNI, Tony Prasetiantono keluar melalui pintu belakang.

Yanuar menambahkan dalam pertemuan tersebut terdiri dari beberapa analis seperti Ekonom Standard Chartered Fauzi Ikhsan dan ahli hukum perbankan Prajoto.

“Ditambah beberapa analis-analis ekonomi lain dan dihadiri juga oleh beberapa petinggi media,” ungkapnya.

Ketika mencoba mengkonfirmasikan kepada Budi Rochadi dan beberapa analis lainnya, wartawan yang sedang menunggu pertemuan tersebut hanya bisa gigit jari karena ternyata pertemuan diam-diam sudah berakhir.

Petugas Hotel Nikko mengatakan bahwa pertemuan sudah selesai sekitar pukul 20.00 dan para narasumber tersebut sudah meninggalkan lokasi melalui pintu belakang hotel.

(dru/qom)

Senin, 07/09/2009 20:52 WIB

BI Kumpulkan Analis ‘Garis Keras’ Yakinkan Soal Bailout Century

– detikFinance



Foto: dok.detikFinance

Jakarta – Bank Indonesia (BI) sore hari ini mengumpulkan beberapa analis dan pengamat ekonomi terkait polemik seputar bailout Bank Century.

Dari pantauan detikFinance , terlihat staf humas BI, dan beberapa analis seperti Iman Sugema, Yanuar Rizki, dan Tony Prasentiantono. Pertemuan dilakukan di Hotel Nikko ruang Jade sekitar pukul 17.00 sampai sekitar 17.30.

Saat ditemui wartawan, Iman Sugema mengatakan dipanggil BI terkait masalah bailout Bank Century.

“Saya dipanggil terkait masalah sistemik Bank Century, jadi BI menuturkan bailout Century memang harus dilakukan karena jika tidak berdampak sistemik, tapi saya tidak sependapat. Dalam pertemuan tersebut ada Deputi Gubernur BI Budi Rochadi, Pradjoto, Fauzi Ichsan, dan beberapa analis lain, pokoknya banyaklah,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan pengamat ekonomi Yanuar Rizky yang mengatakan diundang untuk forum group discussion berupa sharing session terkait bailout Century. “Kita diminta masukan juga, terkait kasus ini,” ujarnya.

Sampai dengan 20.30 WIB, ternyata peserta pertemuan tersebut sudah meninggalkan lokasi tanpa sepengetahuan wartawan yang menunggu di tempat tersebut. Seorang petugas hotel mengatakan mereka keluar lewat pintu belakang hotel. (/dnl)

[Via http://jakarta45.wordpress.com]

No comments:

Post a Comment